- Permasalahan Dunia Konstruksi Berkaitan Erat dengan Sering Ketergantungan Pengaruh Biaya, Mutu dan Waktu
Dalam pelaksanaan suatu proyek,
suatu ketika dapat menyimpang dari rencana, maka pengawasan dan pengendalian
proyek sangat diperlukan agar kejadian-kejadian yang menghambat tercapainya
tujuan proyek dapat segera diselesaikan dengan baik. Pengawasan (supervising)
adalah suatu proses pengevaluasian atau perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan
dengan pedoman pada standar dan peraturan yang berlaku dengan bertujuan agar
hasil dari kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan proyek. Pengendalian
(controlling) adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standart yang
sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang system informasi, membandingkan
pelaksanaan dengan standart, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan
antara pelaksanaan dan standart, kemungkinan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka
mencapai sasaran. Bertitik tolak pada definisi-definisi diatas, maka proses
pengawasan dan pengendalian proyek dapat diuraikan menjadi langkah-langkah
sebagai berikut:
- 1. Menentukan sasaran.
- 2. Menentukan standart dan criteria sebagai acuan dalam rangka mencapai sasaran.
- 3. Merancang atau menyusun system informasi, pemantauan, dan laporan hasil pelaksanaan pekerjaan.
- 4. Mengumpulkan data info hasil implementasi (pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan).
- 5. Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perencanaan.
- 6. Mengkaji dan menganalisa hasil pekerjaan dengan standart, criteria, dan sasaran yang telah ditentukan.
Setelah mengetahui prosesnya,
langkah berikutnya adalah mengidentifikasi unsur-unsur pengawasan dan
pengendalian yang juga merupakan sasaran proyek yaitu:
- 1. Pengawasan dan pengendalian biaya proyek (cost control)
- 2. Pengawasan dan pengendalian mutu proyek (quality control).
- 3. Pengawasan dan pengendalian waktu proyek (time control).
Pengawasan dan Pengendalian Biaya
Proyek (Cost Control) Pada suatu proyek, manajer proyek perlu memperhatikan
tentang anggaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan proyek, manajer tidak
dapat menafsirkan bahwa sebesar anggaran itulah akhir biaya proyek. Anggaran
adalah suatu perkiraan yang disusun berdasarkan informasi yang tersedia pada
saat pembuatan anggaran. Ada beberapa asumsi yang digunakan untuk merumuskan
ketidakpastian yang dihadapi proyek sehingga menjadi bagian dari anggaran
proyek. Oleh sebab itu, rencana proyek yang dibuat sebelum dimulai dan
dituangkan dalam Petunjuk Operasional (PO) haruslah memuuat sifat:
- 1. Rencana proyek yang mengalami perubahan selama proyek itu berjalan.
- 2. Rencana proyek dapat menjadi landasan bersama semua pihak dalam komunikasi mengenai proyek selama masa kerja proyek.
Dengan dimilikinya sifat-sifat ini
dalam rencana proyek, semua pihak akan dapat mengetahui bahwa anggaran proyek
dapat meningkat lebih besar selama proyek berjalan dan dapat pula realisasi
biaya proyek lebih kecil dari pada anggarannya setelah proyek selesai asalkan
proyek tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Penyimpangan
realisasi biaya proyek dari anggarannya terutama terjadi karena ketidakpastian,
sehingga dapat menambah beban atau dapat sama sekali tidak menimbulkan beban
proyek seperti yang diperkirakan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, program
menghemat biaya proyek wajib menjadi bagian dari disiplin manajemen proyek.
Manajer proyek wajib mempertimbangkan alternatif kerja untuk dapat menekan
biaya proyek sebagai kesatuan. Karenanya pengawasan dan pengendalian biaya
proyek setidak-tidaknya perlu mencakup pengawasan dan pengendalian:
- 1. Jadwal pembiayaan (cash flow)
- 2. Besarnya keseluruhan biiaya proyek.
Manajer proyek perlu mengawasi dan
mengendalikan para pegawainya yang bertanggung jawab menimbulkan
pengeluaran-pengeluaran. Pengawasan dan pengendalian bukan hanya melalui
prosedur dan metode serta kebijaksanaan, namun perlu diperhatikan pula
bagaimana jalannya koordinasi untuk memecahkan hambatan-hambatan dan perbedaan
pendapat diantara mereka dan perbedaan pendapat dalam unit kerjanya sendiri,
kecepatan mereka mengambil keputusan terhadap masalah yang dibawahnya,
bagaimana mereka memberi petunjuk kepada bawahan dalam memecahkan masalah,
apakah mereka menyarankan cara kerja yang lebih baik, dan apakah mereka
berusaha menciptakan iklim atau lingkungan pengawasan dan pengendalian
menghargai pelaksanaan tugas yang baik dan memberikan kritik terhadap
pelaksanaan tugas yang tidak memuaskan.
Dalam proyek ini pengendalian biaya
dilakukan dengan memeriksa apakah biaya yang sudah dikeluarkan sesuai dengan
kemajuan atau progress prestasi yang telah dicapai. Hal ini dapat diketahui
dengan melihat kurva S, kurva S secara grafis menyajikan beberapa ukuran
kemajuan komulatif pada suatu sumbu tegak, terhadap waktu pada sumbu mendatar.
Kurva S ini digambarkan pada suatu diagram yang menunjukkan jadwal pelaksanaan
pekerjaan. Diagram ini disebut bar chart. Jumlah biaya yang dikeluarkan dapat
diukur menurut kemajuan yang dicapai.
Bar chart adalah diagram batang yang
menggambarkan berbagai pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam satu-satuan
waktu tertentu. Dalam suatu proyek, bar chart diuraikan menjadi beberapa macam
pekerjaan kemudian diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
masing-masing pekerjaan tersebut. Lamanya waktu ini diperkirakan data-data yang
dipakai serta pengalaman kerja sebelumnya dan dibuat secara parallel tanpa
mengabaikan cash flow dari biaya. Bar chart dilengkapi dengan kurva S untuk
membandingkan antara lamanya suatu pekerjaan dengan bobot.
Karena satuan waktu yang dipakai
adalah mingguan, maka elevasi terhadap biaya yang telah dikeluarkan dilakukan
mingguan pula. Besarnya biaya yang telah dikeluarkan ini dibandingkan dengan
rencana anggaran biaya dan dicari prosentasenya. Dengan mengetahui nilai
prosentase dan posisi waktu saat ini dapat digambarkan kurva S actual ke bar
chart yang memuat kurva S rencana.
Dengan membandingkan kurva S actual dengan kurva S
rencana dapat diketahui apakah pembiayaan proyek berjalan sesuai dengan rencana
atau tidak.
Dari perbandingan kurva S actual dan kurva S rencana
akan diperoleh kemungkinan:
- 1. Kurva S actual berada dibawah kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan mengalami keterlambatan.
- 2. Kurva S actual berhimpit dengan kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan tepat sesuai dengan pekerjaan.
- 3. Kurva S actual berada diatas kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari rencana.
2. Permasalahan dalam kontruki
Faktor-faktor penyebab
kegagalan konstruksi sangat beraneka ragam, baik yang berasal dari luar (eksternal)
maupun yang berasal dari dalam (internal). Adapun beberapa faktor yang
secara garis besar berpengaruh dan menjadi parameter terhadap kegagalan
konstruksi, antara lain akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kesalahan
Dalam Perencanaan
Kesalahan
perencanaan merupakan faktor yang sangat penting dan vital dimana sangat
berpengaruh terhadap desain dari perencaan yang akan dilaksanakan dilapangan,
jika dalam aspek perencanaan pihak konsultan salah memperhitungkan atau
menganalisis maka konsekuensi dan dampak yang dapat ditimbulkan ke depan akan
sangat signifikan berpengaruh terhadap kegagalan fisik bangunan. Perencanaan
dalam hal ini dapat berupa perencanaan desain fisik/ukuran, perencanaan
anggaran, perencanaan mutu, perencanaan waktu pelaksanaan, perencanaan
kelayakan, perencanaan manfaat/benefit, perencanaan fungsi dan
perencanaan yang mendukung terhadap produk konstruksi yang akan
dihasilkan.
2. Kesalahan
Dalam Pelaksanaan
Kesalahan pelaksanaan merupakan tindak lanjut dari proses
perencanaan kontruksi, dimana dalam tahap pelaksanaan juga memegang peranan
penting terhadap kegagalan kontruksi yang tentunya lebih berorientasi
kepada pihak pelaksana proyek/kontraktor. Dalam tahap pelaksanaan
faktor-faktor tersebut antara lain dapat dari segi metode pelaksanaan yang
salah, kualitas material yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak dan
perencanaan, penggunaan tenaga kerja yang tidak ahli/berpengalaman, penggunaan
peralatan yang tidak efektif, kurangnya pengawasan dan manajemen proyek yang
buruk. Tentunya jika aspek tersebut dapat lebih diperhatikan maka tingkat
risiko kegagalan konstruksi dari aspek pelaksanaan dapat direduksi.
3. Kesalahan
Operasional
Dalam hal ini lebih berorientasi kepada pihak pemilik
proyek konstruksi dalam tahap penggunaan dan operasional dari produk konstruksi
tersebut, dimana jika pihak pemilik melakukan kesalahan dalam hal merubah dari
fungsi awalnya maka dapat berpotensi menimbulkan terjadinya kegagalan
konstruksi, misalnya bangunan yang awalnya diperuntukkan untuk gedung
perkantoran diubah fungsi menjadi gudang atau menambah jumlah tingkat bangunan
yang dari perencanaan awalnya hanya diperuntukkan untuk satu lantai atau
pembangunan gedung yang setelah terealisasi tidak digunakan sama sekali/ganggur,
serta perubahan-perubahan fungsi lainnya yang menyimpang dari fungsi rencana
awalnya juga berpotensi terhadap terjadinya kegagalan bangunan baik bersifat
fisik maupun nonfisik.
4. Maintanance/Perawatan
Perawatan
bangunan juga berperan penting terhadap kelangsungan umur dan kualitas produk
konstruksi, tentunya dalam hal ini diperluhkan sistem manajemen perawatan
bangunan. Jika tingkat frekuensi perawatan tidak dilakukan secara rutin dan
berkala maka dapat juga berpotensi terhadap meningkatnya risiko kegagalan
bangunan. Inspeksi perawatan bangunan berfungsi untuk mendeteksi secara dini
kerusakan dari fisik bangunan/infrastruktur sehingga langkah repair/perbaikan
dapat dilakukan sejak dini sehingga menghindari tingkat kerusakan yang lebih
buruk serta pembengkakan biaya.
5. Usia/Umur
Bangunan
Umur
bangunan juga berperan dan berpengaruh terhadap kegagalan konstruksi bangunan
dimana jika umur suatu produk bangunan melampaui dari umur yang direncanakan
maka dapat berpotensi menyebabkan kegagalan bangunan, hal ini diakibatkan
karena tingkat kekuatan bangunan mengalami penurunan selama umurnya serta
kelelahan/fatique yang terus-menerus selama umur bangunan
tersebut.
6.
Manfaat dan Dampak
Manfaat
dalam hal ini lebih ke dampak terhadap produk konstruksi yang telah
dibuat/terealisasi dan dioperasikan. Kegagalan konstruksi juga bukan hanya
masalah kegagalan fisik semata melainkan dapat dilihat dari aspek
manfaatnya setelah beroperasi. Kadang banyak hasil produk konstruksi berupa
bangunan yang setelah selesai dibuat sesuai dengan sesifikasi perencanaan
dan dioperasikan sesuai dengan fungsinya, tetapi dari aspek manfaat justru
memberikan dampak yang buruk terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Misalnya pencemaran lingkungan, rusaknya vegetasi disekitarnya, terjadinya
kesenjangan sosial dsb.
7. Disaster/Bencana
Faktor ini merupakan faktor diluar dugaan dan kemampuan
manusia yang sulit untuk diprediksi secara tepat, faktor bencana merupakan
faktor yang sangat fatal terhadap kegagalan konstruksi. Bencana dalam hal ini
dapat berupa bencana alam maupun akibat faktor internal/kelalaian manusia
seperti bencana gempa/Earth Quake,flood/banjir, Tsunami,
tanah longsor/land slide, Topan, kebakaran, ledakan, Amblas, dsb. Oleh
karena itu untuk mengurangi tingkat risiko akibat faktor ini maka banyak pihak
pemilik produk konstruksi mengalihkan risiko tersebut ke pihak ke-3 seperti
asuransi.
Dari penjelasan faktor-faktor
tersebut tentunya membutuhkan banyak pemahaman bagi semua pihak dalam
penyelenggaraan konstruksi baik dari pemilik proyek, konsultan maupaun
pelaksana. Dengan pemahaman dan tanggung jawab yang tinggi akan hal tersebut
maka tentu saja dapat mengurangi terjadinya kasus-kasus kegagalan konstruksi
yang dapat menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian materi ke depannya
(khsusunya di Indonesia).
Beberapa permasalahan tambahan
pada kontruksi
- 1. Minimnya dukungan dari sponsor proyek
Jika semua pihak yang terlibat dalam
suatu proyek baik pihak investor maupun pihak eksekutor tidak mendukung secara
penuh pelaksanaan proyek maka dapat dipastikan proyek akan bermasalah, bahkan
tidak jarang juga proyek berhenti ditengah jalan. Minimnya dukungan dari
sponsor proyek akan menjadi sumber masalah dalam penyelesaian proyek, oleh
karena itu harus dipastikan bahwa semua tim proyek harus mempunyai komitmen
yang kuat untuk mendukung kesuksesan proyek.
- 2. Persyaratan yang tidak jelas
Pemahaman sebagain besar tim proyek
yang cenderung menganggap “remeh” pekerjaan akan menjadi bumerang sendiri pada
saat berjalannya proyek. Seorang manajer proyek harus bisa menunjukkan kepada
semua tim proyek hal yang sifatnya meragukan, kemungkinan kemungkinan terburuk
dalam proyek dan berusaha keras untuk mendapatkan pemahaman persyaratan yang
jelas dalam menyelesaikan proyek.
- 3. Waktu dan anggaran yang tidak realistis
Biasanya investor maupun tim proyek
sering berpikir dengan istilah “tidak mungkin” pada suatu proyek. Setiap yang
terlibat dalam proyek harus dapat memahami kalau setiap proyek memiliki durasi
tertentu sesuai dengan anggaran dan sasaran/target proyek yang diharapkan.
Pemahaman yang benar terhadap ruang lingkup pekerjaan proyek sangat berdampak
dalam menentukan “durasi/waktu dan anggaran yang realistis”. Semakin paham
ruang lingkup pekerjaan maka menentukan waktu dan anggaran proyek akan semakin
realistis sehingga tingkat keberhasilan proyek akan semakin tinggi, begitu juga
sebaliknya semakin tidak paham ruang lingkup pekerjaan maka menentukan waktu
dan anggaran semakin tidak realistis sehingga tingkat kegagalan proyek juga
akan semakin tinggi. Henry ford mempunyai istilah : “lebih baik, lebih
cepat, lebih murah”. Dalam pelaksanaan proyek kita harus memilih salah
satu diantara ketiganya.lebih baik akan
cenderung butuh waktu yang lama dan anggaran yang besar, lebih cepat akan cenderung butuh
waktu cepat tetapi anggaran yang cenderung besar dan lebih murah biasanya lebih
cenderung waktu yang cepat dan anggaran yang rendah. Semakin realistis
menentukan waktu dan anggaran sesuai dengan sasaran proyek yang diharapkan,
maka tingkat keberhasilan proyek semakin tinggi dan juga sebaliknya.
Hal ini menggambarkan fenomena yang
sering terjadi dalam proyek, produktifitas kerja cenderung menurun bahkan hasil
akhir pekerjaan berbeda dengan rencana semula. Proses pendokumentasian,
mekanisma pengontrolan yang jelas sangatlah penting untuk mendapatkan hasil
yang optimal dan mempertahankan supaya produktifitas kerja tidak sampai
menurun.
- 5. Minimnya pemahaman terhadap manajemen risiko
Tingkat kompleksitasnya tiap tahapan
proyek tidaklah sama, oleh karena itu semua tim proyek harus memahami setiap
tahapan pekerjaan. Kemampuan untuk memahami dan mengindentifikasi potensi
masalah yang akan terjadi pada tiap tahapan proyek cenderung berdampak pada
hasil akhir proyek. Selain mengidentifikasi potensi risiko, maka tahapan yang
sangat penting adalah bagaimana mengelola risiko yang akan muncul. Minimnya
pemahaman tim proyek terhadap manajemen risiko akan berdampak buruk pada hasil
akhir proyek, sehingga diharapkan setiap tim proyek diarahkan untuk sama – sama
memiliki pemahaman yang bagus tentang manajemen risiko.
- 6. Prosedur dan dokumentasi yang tidak baik
Prosedur dan dokumentasi menjadi hal
yang mutlak dalam setiap proses pekerjaan proyek. Prosedur menjadi panduan
dasar bagi semua tim proyek dan dokumentasi menjadi bagian atau komponen dalam
mengontrol pekerjaan. Ketidakdisiplinan tim proyek dalam mengikuti prosedur
yang sudah ditentukan dan dokumentasi yang tidak baik akan berdampak buruk pada
hasil akhir proyek. Diharapkan semua tim yang terlibat dalam proyek harus
memahami semua prosedur yang berlaku dan melakukan dokumentasi yang baik pada
setiap tahapan pekerjaan.
- 7. Metode estimasi yang tidak baik
Metode estimasi komponen – komponen
pekerjaan sangat mempengaruhi hasil akhir proyek. Seorang manajer proyek sangat
tidak diharapkan menggunakan estimasi dengan metode “praduga, perkiraan” tanpa
menggunakan acuan/referensi yang pasti. Dalam melakukan estimasi bisa
menggunakan beberapa metode antara lain : informasi pada proyek sebelumnya yang
bisa dipergunakan sebagai pembelajaran (lesson learn), melakukan studi
terlebih dahulu atau melibatkan personil yang lebih memahami pekerjaan.
- 8. Kemampuan dalam berkomunikasi
Tim proyek memiliki karakter yang
berbeda satu sama lainya, sehingga diperlukan suatu standar komunikasi yang
baik dalam mengkomunikasikan pekerjaan yang biasanya dituangkan dalam “communication
procedure”. Komunikasi dengan semua tim yang terlibat dalam proyek adalah
faktor yang sangat penting dalam mencapai sasaran proyek. Diperlukan etika
dalam berkomunikasi, biasanya etika dalam berkomunikasi dipengaruhi banyak
faktor antara lain : latar belakang pendidikan, latar belakang suku, latar
belakang pengalaman kerja, tanggung jawab, dll. Untuk menciptakan komunikasi
yang baik sesama tim, diharapkan semua tim memahami beberapa hal antara lain :
memahami “communication procedure”, memahami otoritas setiap tim,
memahami pemikiran/pendapat orang lain. Komunikasi yang buruk juga akan
berdampak buruk pada hasil pekerjaan dan banyak proyek mengalami kegagalan
karena komunikasi sesama tim proyek tidak berjalan dengan baik.
- 9. Tidak belajar dari proyek sebelumnya (lesson learn)
Sebuah perusahaan yang bagus harus
bisa menjelaskan secara transparan target proyek yang akan dicapai dan
keuntungan apa yang akan diberikan kepada tim proyek. Setiap tim proyek harus
memandang proyek sebagai bisnis yang menguntungkan, harus belajar dari kegagalan
proyek sebelumnya, secara terus menerus memonitor perkembangan teknologi dunia
proyek dan selalu memberikan masukan yang positif selama proyek berjalan.
- 10. Sumber daya proyek yang tidak efisien
Persiapan sumber daya yang tidak
kompeten dalam menyelesaikan pekerjaan akan menjadi masalah besar dibanding
dengan tidak mempunyai sumber daya sama sekali. Untuk mendapatkan sumber daya
yang bagus, pastikan terlebih dahulu syarat - syarat sumber daya yang
dibutuhkan proyek dan berusaha mendapatkan sumber daya setiap komponen
sumber daya yang paling efisien.
3.
Contoh kontruksi gagal
- 1. Runtuhnya Rukan Cendrawasih, Samarinda (Juni 2014)
Bangunan rumah kantor (Rukan)
tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih Permai, Jl. Ahmad Yani,
Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh pada tanggal 3
Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang menyebabkan 12 pekerjanya
tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang 100 m dengan biaya
konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah
Dari observasi yang dilakukan
penyebab keruntuhan bangunan ini sangatlah kompleks diantaranya:
Pertama, Kegagalan pondasi. Hal
ini didasarkan keterangan bahwa pengerjaan pengerukan lahan sampai lantai 1
selesai dikerjakan hanya memerlukan waktu enam bulan. Padahal kondisi tanah
eksisting adalah rawa dan merupakan tanah lempung sehingga memerlukan waktu
lama untuk terkonsolidasi jika tanpa penanganan khusus seperti vertical drain.
Kedua, Kegagalan Struktur Utama.
Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal ini didasarkan fakta
bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di lantai 2.
Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan tetapi
hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan
struktur yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain
struktur yang benar yaitu “strong column- weak beam” yang artinya
kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada balok.
Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi antara perencanaan dan
pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan jumlah tulangan yang
dipakai.
Ketiga, Kesalahan sistem perancah
pengecoran lantai. Penyebab awal keruntuha adalah lantai 3 yang sedang
dikerjakan secara tiba- tiba roboh. Selain karena kolom yang mengalami
kegagalan, maka sistem perancah yang dipakai juga patut dicurigai tidak dirancang
dengan benar. Dari dokumentasi yang ada terlihat bahwa sistem perancah yang
digunakan menggunakan scafolding besi dan beberapa menggunakan kayu dolken.
Bekisting dan sistem perancah seharusnya didesain secara detail baik dalam
desain maupun metode pemasangannya. Inspeksi harus dilakukan secara ketat
termasuk pengecekan terhadap kekuatan beton yang telah dicor yang akan menopang
perancah tersebut.
Keempat, organisasi proyek tidak
benar. Proyek rukan ini diketahui tidak memiliki konsultan perencana. Desain
bangunan yang digunakan tidak diketahui darimana dibuatnya. Pengawasan proyek
ini pun hanya dilakukan oleh mandor dari pemborong.
Kelima, adanya pengalihan
pekerjaan secara serampangan. Kontraktor proyek rukan ini semula PT. Firma
Abadi yang beralamat di Surabaya menyerahkan sepenuhnya pekerjaan kepada
perseorangan/ individu yang merupakan pemborong berinisial NI yang beralamat di
Samarinda yang kemudian menyerahkan lagi kepada mandor yang berinisial S.
Pengalihan pekerjaan ini meliputi keseluruhan pekerjaan dan sama sekali tidak
ada pengawasan dari Kontraktor utama.
- 2. Runtuhnya Jembatan Mahakam II, Tenggarong (November 2011)
Identifikasi
penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim
LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian) yang laporan
lengkapnya dapat anda unduh disini.
Berdasarkan fakta yang ditemukan
di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya terjadi
akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal
(clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.
Ada
beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan
diantaranya:
- Kurang baiknya perawatan
jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel vertikal tidak
berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya kerusakan
dini.
- Kelelahan (fatigue) pada
bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat kesalahan desain
dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana (over
load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
- Kualitas bahan konstruksi
alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak sesuai dengan
spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
- Kesalahan prosedur dalam
pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun standar
operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
- Kemungkinan terjadinya
penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya
konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel penggantung
yang disambungkan dalam kabel utama.
- Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.
- 3. Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November 2014)
Bangunan
jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
Keruntuhan terjadi diakibatkan
sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang digunakan merupakan
scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak pakai:
- Kondisi scafolding banyak
yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
- Pemasangan scafolding tidak
dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak stabil.
- Adanya perlemahan scafolding
yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk kendaraan dibawah
struktur yang sedang dibangun.
Demikian contoh beberapa kasus
kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada
beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat dibahas pada kesempatan
kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi para engineer untuk dapat lebih cermat baik pada saat desain maupun saat
pengawasan pekerjaan di
- 4. Kesimpulan
- 1. Pada akhirnya dalam pembangunan kontruksi waktu, mutu dan sebagainya tidak bisa di kurangi satu sama lain karena sangat bisa membuat salah satu berkurang fungsinya
- 2. Permaslahan pada kontruksi amatlah sangat banyak, maka kita harus belajar dari yang sudah terjadi hingga tercapai apa yang kita inginkan tanpa adanya kekurangan ataupun kegagalan.
- 3. Pada dasarnya contoh bangunan yang telah gagal merupakan salah satu contoh yang tidak bisa dihilangkan sedikitpun
0 komentar:
Posting Komentar